Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak. Ini mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana membangun masyarakat yang berbudaya informasi.
Begitu pula keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime, kata ERLANGGA MASDIANA Kriminolog Universitas Indonesia, memang diperlukan. "Akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu. Dan masyarakat yang jadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut,”ujar ERLANGGA, dalam siaran persnya.
ERLANGGA menjelaskan meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime di 2004, namun jumlah kasus yang diputus pengadilan tidaklah banyak. Dalam hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun Polri juga bukan data yang berasal dari investigasi Polri.
Sebagian besar data tersebut berupa laporan dari para korban. Mengutip buku karya BARDA NAWAWI ARIEF berjudul ”Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia”, ERLANGGA memaparkan beberapa sebab mengapa penanganan kasus cybercrime di Indonesia tidak memuaskan:
Diantaranya, Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.
“Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri,”tukasnya.
Penyebab lainnya, ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar. Pada kasus DANI FIRMANSYAH yang meng-hack situs KPU, Polri harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan hackingtersebut.
Kata ERLANGGA, citra lembaga peradilan juga belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. “Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke kepolisian. Sementara aspek kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik. Faktor lain, korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya,”pungkas ERLANGGA.
blog.victoricohidayanto.com | source
Dapetin KEAJAIBAN dengan klik link ini: